Sabtu, 27 Desember 2014

KASUS ETIKA BISNIS "PT KATARINA UTAMA TBK"

           
KASUS PT KATARINA UTAMA                                                                          
                                                                             BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya menaruh harapan besar terhadap bisnis, direksi, eksekutif, dan akuntan profesional tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mereka melakukannya. Pada saat yang sama, lingkungan tempat bisnis beroperasi semakin kompleks sehingga hal tersebut menjadi tantangan etika bagi mereka. Jika mereka sampai melakukan tindakan yang melanggar etika, maka hal tersebut dapat menimbulkan risiko yang besar dan akan berpengaruh buruk bagi reputasi dan pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. Jadi, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan pemegang saham dan semua pemangku kepentingan lainnya.
Kasus pelanggaran etika yang berujung pada kegagalan bisnis, audit, dan tata kelola perusahaan berskala besar seperti Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor terhadap perusahaan-perusahaan di Amerika. Hal ini merupakan suatu bencana besar di lingkungan bisnis, dan telah menjadi pemicu harapan baru dalam tata kelola dan akuntabilitas perusahaan. Menyikapi hal tersebut, para politisi Amerika menciptakan kerangka tata kelola dan akuntabilitas baru yang dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act (SOX) yang bertujuan untuk memulihkan kembali kepercayaan investor dan memfokuskan kembali tata kelola perusahaan pada tanggung jawab direksi terhadap kewajiban fidusia mereka, yakni  tanggung jawab terhadap kepentingan pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya.
Oleh karena itu, undang-undang ini menjadi acuan awal dalam penjabaran dan penciptaan GCG di berbagai negara. Konsep GCG belakangan ini makin mendapat perhatian masyarakat dikarenakan GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi yang mencakup (a) hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya, (b) peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya, (c) pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu, (d) transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan, (e) tanggung jawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan itu sendiri, kepada para pemegang saham dan pihak lain yang berkrpentingan
Corporate Governance menjadi menarik perhatian karena banyak para ahli yang berpendapat bahwa kelemahan dalam tata kelola korporat merupakan salah satu sumber utama kerawanan ekonomi yang menyebabkan buruknya perekonomian beberapa Negara Asia yang terkena krisis financial pada tahun 1997 dan 1998.
Permasalahan yang terjadi corporate governance juga banyak terjadi pelanggaran yang terjadi di Indonesia seperti kasus yang akan kami teliti yaitu PT Katerina Tbk, yang melakukan pelanggaran dan penyelewengan atau manipulasi data keuangan dan pelanggran etika yang dapat merugikan public, sehingga kami tertarikmengulas permasalahan yang terjadi sehingga dapat memberikan gambaran tentang permasalah PT KatArina Utama Tbk.
B.     Tujuan
1.      Teori
a.         Untuk mengetahui pengertian Corporate Governance
b.        Untuk mengetahui Prinsip Corporate Governance
c.         Untuk mengetahui Manfaat Corporate Governance
2.      Analisis Kasus
a.       Untuk mengetahui sekilas tentang kasus PT Katarina Utama Tbk
b.      Untuk mengetahui Profil PT Katarina Utama Tbk
c.       Untuk mengetahui siapa yang terlibat dalam Kasus PT Katarina Utama Tbk
d.      Untuk mengetahui kronologi kasus PT Katarina Utama Tbk
e.       Untuk mengetahui Penyebab Terjadinya Penyalahgunaan Dana Penawaran dan Manipulasi Laporan
f.       Dampak dan Sanksi kasus PT Katarina Utama Tbk
g.       Analisis kasus pelanggaran Prinsip Good Corporate Governance





BAB II
PEMBAHASAN
1.     Teori
a.  Pengertian Corporate Governance
Pada awalnya, istilah “Corporate Governance” pertama kali dikenalkan oleh Cadbury Committee di Inggris tahun 1922 yang menggunakan istilah dimaksud dalam laporannya yang dikenal dengan Cadbury Report. Berikut disajikan beberapa definisi “Corporate Governance” dari beberapa sumber, diantaranya:
1.      Menurut Cadbury Committee of United Kingdom
“A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the goverment, employees, and other internal and external stakeholders in respect to their right and responsibilities, or the system by which companies are directed and controlled”.
2.      Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI-2006)
FCGI tidak membuat definisi sendiri, namun mengadopsi definisi Cadbury Committee of United Kingdom dan menerjemahkan “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
3.      Menurut Sukrisno Agoes
 Tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, para direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
4.      Menurut Organization for Econimocs Cooperation and Development (OECD)
The structure through which shareholders, directors, managers, set of the board objectives of the company, the means of attaining thoseobjectives and monitoring performance”. (Suatu struktur yang terdiriatas para pemegang saham, direktur, manager, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakandalam mencapai tujuan dan memantau kinerja).
5.      Menurut Wahyudi Prakarsa
Mekanisme adninistratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan (prosedur) dan sistem insentif sebagai kerangka kerja (framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut, serta pemantauan atas kinerja yang dihasilkan.

b.  Prinsip Corporate Governance
Organisation For Economic Co-Operation And Development (OECD) (2004) mengeluarkan prinsip-prinsip mengenai corporate governance pertama kali pada bulan mai 1999. Prinsip-prinsip ini sampai sekarang masih digunakan oleh masyarakat international sebagai acuan dan tolak ukur untuk menilai dan mengevaluasi penerapan corporate governance, baik di negara anggota OECD maupun di tingkatan yang lebih luas. Namun OECD (2004) menjelaskan bahwa tidak ada satu model pengembangan corporate governance yang cocok untuk semua negara karena masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Prinsip OECD (2004) terdiri dari enam pedoman yaitu :

1.                  Manajemen Kerangka Dasar Corporate governance yang efektif
Prinsip yang pertama ini menekankan pada hal-hal untuk memastikan dasar atau basis bagi pengembangan kerangka corporate governance yang efektif. Secara umum, prinsip ini menyatakan bahwa corporate governance harus dapat mendorong terciptanya pasar yang transparan dan efisien, sejalan dengan perundangan dan peraturan yang berlaku, dan dapat dengan jelas memisahkan fungsi dan tanggung jawab otoritas-otoritas yang memiliki pengaturan, pengawasan, dan penegakan hukum. Dalam rangka memastikan terciptanya kerangka corporate governance yang efektif, diperlukan kerangka hukum yang  efektif. Prinsip ini terbagi atas empat sub prinsip utama yaitu :
a.       Kerangka corporate governance harus dikembangkan dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap perkembangan perekonomian secara keseluruhan, integritas pasar dan insentif yang tercipta bagi pelaku pasar serta meningkatnya transparansi dan efisiensi pasar
b.      Ketentuan hukum dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pelaksanaan corporate governance harus sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku, transparan dan dapat ditegakkan.
c.       Pembagian tanggung jawab antar otoritas dalam suatu yurisdiksi harus diungkapkan secara jelas dan dipastikan bahwa kepentingan masyarakat telah terpenuhi.
d.      Otoritas dalam pengawaasan, pengaturan dan penegakan hukum harus memiliki kewenangan, integritas dan sumber daya dalam pemenuhan tugasnya secara professional dan objektif. Selanjutnya keputusan-keputusannya harus tepat waktu, transparan dan jelas.
2.                  Perlindungan terhadap hak-hak para pemegang saham (The right of shareholder).
Prinsip corporate governance yang kedua ini pada dasarnya mengatur mengenai hak-hak pemegang saham dan fungsi-fungsi kepemilikan saham. Hal ini mengingat investor, terutama dari suatu perusahaan sebesar publik, memiliki hak-hak khusus seperti saham tersebut dapat dibeli, dijual, ditransfer. Prinsip  ini menyatakan bahwa hak-hak dasar pemegang saham mencakup hak untuk :
a.       Memperoleh jaminan atas tercatatnya kepemilikan saham secara sah,
b.      Menyerahkan atau mengalihkan saham,
c.       Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan tepat waktu
d.      Berpartisipasi dan memberikan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),
e.       Memilih dan mengganti dewan (dewan komisaris dan direksi),
f.       Memperoleh hak atas bagian keuntungan perusahaan.
3.                       Perlakuan yang sama terhadap pemegang saham (The equitable treatment of shareholder).
Dalam prinsip ketiga ini ditekankan perlunya persamaan perlakuan kepada seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Prinsip ini menekankan pentingnya kepercayaan investor di pasar modal. Oleh karena itu pasar modal harus dapat melindungi investor dari perlakuan tidak benar yang mingkin dilakukan oleh manager, dewan komisaris, dewan direksi atau pemegang saham utama perusahaan. Prinsip ini terbagi atas tiga sub prinsip utama yaitu :
a.    Mengenai persamaan perlakuan antara pemegang saham dalam kelas saham yang sama
b.    Mengenai larangan transaksi orang dalam (insider trading) dan perdagangan tertutup yang merugikan pihak lain (abusive self-dealing).
c.    Kewajiban anggota dewan komisaris, direksi dan manajer untuk mengungkapkan setiap kepentingan yang material dalam suatu transaksi atau hal-hal yang mempengaruhi perusahaan.
4.                       Peran stakeholder dalam corporate governance (the role of stakeholders in corporate governance)
Prinsip keempat ini menyatakan bahwa kerangka corporate governance harus mengakui hak stakeholders yang dicakup untuk perundang-undangan atau perjanjian (mutual agreements) dan mendukung secara aktif kerjasama antara perusahaan dan stakeholders dalam menciptakan kesejahteraan, lapangan pekerjaan, dan pertumbuhan yang berkesinambungan (sustainability) dari kondisi keuangan perusahaan.
5.                       Pengungkapkan dan Transparansi (Disclosures and transparency)
Dalam prinsip kelima ini ditegaskan bahwa kerangka kerja corporate governance harus memastikan bahwa keterbukaan informasi yang tepat waktu dan akurat dilakukan atas semua hal material berkaitan dengan perusahaan, termasuk di dalamnya keadaan keuangan, kinerja, kepemilikan dan corporate governance perusahaan.
6.                       Tanggung Jawab dewan komisaris dan direksi (the responbility of the board)
Prinsip terakhir dari Organisation For Economic Co-Operation And Development (OECD) menyatakan bahwa kerangka kerja tata kelola perusahaan harus memastikan pedoman strategis perusahaan. Monitoring yang efektif terhadap manajemen oleh dewan, serta akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan pemegang saham. Menurut prinsip ini, tanggung jawab yang utama adalah memonitor kinerja manajerial dan bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemegang saham.


Prinsip-prinsip Corporate governance menurut Forum Corporate governance In Indonesia (FCGI) (2001) ada Lima Prinsip yaitu :

1.                  Transparency (Transparansi).
 Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.
2.                  Accountability (Akuntabilitas).
 Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris
3.                  Responsibility (Pertanggungjawaban).
Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.
4.                  Independency (Kemandirian)
Memastikan tidak adanya campur tangan pihak diluar lingkungan perusahaan  terhadap berbagai keputusan yang diambil perusahaan.
5.                  Fairness (Keadilan).
Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.

c.             Manfaat Corporate Governance
Menurut Forum Corporate governance In Indonesia (FCGI), 2001), manfaat Corporate governance yaitu:
1.        Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders,
2.        Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigit (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value,
3.        Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya diIndonesia
4.        Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders’s values dan dividen.

2.      KASUS
a.      Artikel Kasus
Bapepam-LK Periksa Katarina Utama
Selasa, 4 Januari 2011 - 09:07 wib
JAKARTA - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) masih melakukan pemeriksaan terhadap adanya dugaan penyelewengan dana penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) yang dilakukan PT Katarina Utama Tbk (RINA). Kasus tersebut saat ini ditangani oleh Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK.
“Surat pemeriksaannya sudah dikeluarkan. Latar belakang isi surat pemeriksaan ini adalah adanya dugaan penyalahgunaan dana IPO oleh Katarina,” ujar Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK Sardjito di Jakarta kemarin.
Menurutnya, manajemen perusahaan di bidang jasa penyewaan menara tersebut diduga melakukan penyelewengan atas dana IPO 2009 sebesar Rp33,6 miliar.
Dana yang sedianya akan digunakan untuk membeli peralatan, modal kerja, serta menambah kantor cabang, tidak digunakan se-bagaimana mestinya. Hingga saat ini manajemen perseroan belum melakukan realisasi sebagaimana mestinya.
Dari dana hasil penawaran umum saham perdana sebesar Rp33,6 miliar, dana yang digunakan hanya berkisar antara Rp4 miliar–Rp5 miliar. Sehingga, besar kemungkinan telah terjadi penyelewengan dana publik sebesar Rp28 miliar–Rp29 miliar.
Selain itu, Katarina diduga telah memanipulasi laporan keuangan audit tahun 2009 dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan.
Dalam laporan keuangan auditan tahun 2009 tersebut, perseroan mencantumkan adanya piutang dari PT Media Intertel Graha (MIG) sebesar Rp8,606 miliar dan mencantumkan pemasukan pendapatan dari MIG sebesar Rp6,773 miliar. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku dikecewakan manajemen RINA terkait aksi penyelewengan dana publik.
BEI saat ini masih mengkaji sejauh mana penyelewengan yang dilakukan manajemen. BEI akan meminta perusahaan yang bersangkutan melakukan penghapusan pencatatan saham secara sukarela (voluntary delisting) jika perseroan melakukan perubahan komposisi manajemen dan pemegang saham tanpa sepengetahuan otoritas bursa.
“Kalau memang itu dilakukan, kami akan minta mereka untuk membeli kembali saham publiknya, untuk kemudian melakukan delisting. Sebab, kalau kami force delisting, publik akan dirugikan,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI Eddy Sugito. (juni triyanto)(Koran SI/Koran SI/ade)

b.      Profil PT Katarina Utama
PT Katarina Utama Tbk didirikan di Indonesia pada tanggal 20  Juni 1997 berdasarkan akta notaris Miryam Magdalena Indriani Wiardi, S.H Nomor 88. Akta pendirian tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan Nomor C2-10.522.HT.01.01TH.1997 tanggal 8 Oktober 1997 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 24 tanggal 23 Maret 1999. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta Notaris Leolin Jayayanti, S.H Nomor 1 tanggal 2 Desember 2008, antara lain sehubungan dengan rencana penawaran umum saham perusahaan kepada masyarakat, perubahan nama perusahaan menjadi PT Katarina Utama Tbk, perubahan nilai nominal saham dan perubahan beberapa pasal dalam anggaran dasar. Akta perubahan tersebut telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Kerputusan Nomor AHU-94117.AH.01.02 tahun 2008 tanggal 5 Desember 2008[1].
Sesuai Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup perusahaan terutama adalah bergerak dalam bidang perdagangan dan jasa konsultasi manajemen dibidang telekomunikasi serta pemasangan, pengujian, dan uji kelakyakan berbagai jenis produk dan peralatan komunikasi.
Pada tanggal Juni 2009, perusahaan memperoleh Surat Pernyataan Efektif dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) dengan suratnya yang bernomor S-5700/BM/2009 untuk melakukan penawaran umum perdana 210.000.000 saham kepada masyrakat dengan nilai nominal Rp 100 per saham dan harga penawaran sebesar Rp 160 per saham

c.       Pihak yang terlibat dalam kasus PT Katarina Tbk
1.         PT Katarina Utama Tbk
Pihak manajemen perusahaan telah melakukan penyelewengan atas  dana IPO 2009 sebesar 33,6 Milliar dalam laporan keuangan Dana yang sedianya akan digunakan untuk membeli peralatan, modal kerja, serta menambah kantor cabang, tidak digunakan se-bagaimana mestinya. Hingga saat ini manajemen perseroan belum melakukan realisasi sebagaimana mestinya.
Dari dana hasil penawaran umum saham perdana sebesar Rp33,6 miliar, dana yang digunakan hanya berkisar antara Rp4 miliar–Rp5 miliar. Sehingga, besar kemungkinan telah terjadi penyelewengan dana publik sebesar Rp28 miliar–Rp29 miliar.
Selain itu, Katarina diduga telah memanipulasi laporan keuangan audit tahun 2009 dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan. Dalam laporan keuangan auditan tahun 2009 tersebut, perseroan mencantumkan adanya piutang dari PT Media Intertel Graha (MIG) sebesar Rp8,606 miliar dan mencantumkan pemasukan pendapatan dari MIG sebesar Rp6,773 miliar. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku dikecewakan manajemen RINA terkait aksi penyelewengan dana publik.

2.         Kantor Akuntan Publik Budiman, Wawan, Pamudji & Rekan

KAP Budiman, Wawan, Pamudji & Rekan adalah KAP yang melakukan audit atas laporan keuangan PT Katarina Utama pada tahun 2008. Diduga laporan keuangan PT Katarina Utama tahun 2008 telah dimanipulasi. Dalam dokumen laporan keuangan 2008 nilai asset perseroan naik hampir 10 kali lipat dari Rp 7,9 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp 76 miliar pada 2008, sedangkan ekuitas perseroan tercatat naik 16 kali lipat menjadi Rp 64,3 miliar dari Rp4,49 miliar.
Tahun 2003 Budiman Soedarno, salah satu pimpinan KAP Budiman, Wawan, Pamudji & Rekan, yang saat itu tergabung dalam KAP Rodi A. Kartamulja dan Budiman pernah mendapat peringatan tertulis dari Bapepam atas kasus penyalahgunaan dana penawaran umum PT Central Korporindo Tbk
Pada tanggal 5 Januari 2005 KAP Rodi A. Kartamulja, tempat akuntan public Budiman Soedarno tergabung didalamnya, dibekukan izinnya atas pelanggaran yang dilakukan[2]. Kemudian tahun 2007 Budiman Soedarno bersama Wawan Sumawan, Pamudji, dan Datusi Kustiman mendirikan KAP Budiman, Wawan, Pamudji & Rekan berdasarkan akte notaris Marina Suwana, S.H di Jakarta Nomor 11 tanggal 9 April 2007.

d.      Kronologis Kasus PT Katarina Utama Tbk
Bermula pada tanggal 10 Juni 2009, perusahaan yang didirikan 20 Juni 1997 itu memperoleh surat pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan penawaran umum perdana (IPO) atas 210 juta saham atau setara 25,95% dari modal disetor kepada public dengan nilai nominal Rp 100 per saham dan harga penawaran Rp 160 per saham. Dari hasil penawaran umum tersebut PT Katarina Utama Tbk mendapakan dana RP 33,6 miliar.
Pada 14 Juli 2009, seluruh saham tersebut sudah dicatat di BEI. Biaya emisi IPO dianggarkan sebesar 7,85% atau sebesar RP 2,637 miliar. Itu berarti dana IPO yang diperoleh perseroan setelah dikurangi biaya IPO sebesar Rp 30,962 miliar.
Sebelum melakukan IPO, PT Katarina Utama diduga telah mempercantik laporan keuangan tahun 2008. Dalam dokumen laporan keuangan 2008 nilai asset perseroan terlihat naik hampir 10 kali lipat dari Rp 7,9 miliar pada 2007 menjadi Rp 76 miliar pada 2008. Adapun ekuitas perseroan tercatat naik 16 kali lipat menjadi Rp 64,3 dari Rp 4,49 miliar
Seperti tahun 2008, laporan keuangan tahun 2009 juga diduga penuh angka-angka fiktif. Dalam laporan keuangan audit 2009, Katarina mencantumkan ada piutang usaha dari MIG sebesar Rp 8,606 miliar dan pendapatan dari MIG sebesar RP 6,773 miliar, selain itu PT Katarina Utama Tbk melakukan penggelembungan asset dengan memasukan sejumlah proyek fiktif senilai RP 29,6 miliar. Rinciannya adalah piutang proyek dari PT Bahtiar Mastura Omar Rp10,1 miliar, PT Ejey Indonesia Rp 10 miliar dan PT Inti Bahana Mandiri RP 9,5 miliar.
Setahun pasca listing dugaan penyelewengan dana IPO mulai tercium otoritas bursa dan pasar modal atas laporan pemegang saham dan Forum Komunikasi Pekerja Katarina (FKPK). PT Katarina Utama Tbk diduga melakukan penyalahgunaan dana hasil IPO sebesar Rp 28,971 miliar dari total yang diperoleh sebesar Rp 33,60 miliar. Realisasi dana IPO diperkirakan hanya sebesar Rp 4,629 miliar.Menurut rencana prospectus, dari dana hasil penawaran umum perseroan menjanjikan sekitar 54,05% akan dipakai untuk kebutuhan modal kerja sementara 36,04% sisanya akan dperuntukan untuk membeli berbagai peralatan proyek.
Dugaan penyelewengan tersebut dipicu oleh laporan keuangan perseroan yang menunjukan angka-angka yang tidak normal. Pada 2010, jumlah asset terlihat menyusut drastic dari Rp 105,1 miliar pada 2009, menjadi Rp26,8 miliar. Ekuitas anjlok dari Rp97,96 miliar menjadi Rp20,43 miliar. Adapun pendapatan yang tadinya sebesar Rp29,9 miliar, hanya tercatat RP3,7 miliar. Perseroan pun menderita kerugian sebesar RP77miliar dari periode sebelumnya yang memperoleh laba Rp55 miliar.
Pada 1 Septeber 2010 saham PT Katarina Utama Tbk (RINA) disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia. Audit yang dilakukan oleh KAP Akhyadi Wadisono memberikan opini disclaimer selama tahun 2010 dan 2011. Tanggal 1 Oktober 2012 otoritas bursa memberikan sanksi administartif dan melakukan delisting atas saham PT Katarina Utama tbk, yang berkode RINA.
e.    Penyebab Terjadinya penyalahgunaan dana IPO dan manipulasi laporan keuangan

1.    Kegagalan Pengendalian Internal
Penyalahgunaan dana penawaran umum ini disebabkan karena  adanya kelemahan dalam pengendalian internan PT Katarina Utama. Akibat lemahnya pengendalian internal tersebut pihak menajemen hanya merealisasikan sebagian kecil dana hasil penawaran umum, sedangkan selebihnya diduga diselewengkan oleh pihak manajemen.
Selain itu manipulasi laporan keuangan juga disebabkan oleh pihak internal yang dengan sengaja melakukan manipulasi guna mempercantik angka-angka dalam laporan keuangan agar menarik investor yang akan membeli saham PT Katarina Utama.

2.      Keterlibatan Pihak Auditor Eksternal
Meskipun belum ada pernyataan dari otoritas bursa mengenai  keterlibatan pihak yang mengaudit laporan keuangan 2008, namun kuat dugaan adanya keterlibatan pihak auditor. Hal ini karena hasil audit yang dikeluarkan KAP Budiman, Wawan, Pamudji dan Rekan justru menyatakan opini wajar padahal ada dugaan laporan keuangan tersebut telah dimanipulasi. Dugaan keterlibatan pihak auditor semakin kuat setelah KAP Akhyadi Wadisono melakukan audit atas laporan keuangan 2010 dan memberikan opini disclaimer karena tidak dapat melakukan konfirmasi atas transaksi yang ada

3.      Lemahnya Pengawasan Otoritas Bursa
Adamya kasus ini menjukan bahwa otoritas bursa masih  mempunyai kelemahan dalam pengawasannya. Otoritas bursa, dalam hal ini BEI dan Bapepam-LK baru menyadari adanya keganjilan pada PT Katarian Utama Tbk setelah pada Agustus 2010 pemegang saham dan Forum komunikasi Pekerja Katarina (FKPK) melaporkan adanya penyimpangan dana hasil penawaran umum.

f.         Dampak dan Sanksi terhadap Kasus PT Katarina Utama
Sanksi yang diberikan oleh Bapepam adalah pemberian sanksi administratif oleh otoritas bursa sesuai dengan UU No. 8  Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan delisting dari bursa efek Indonesia, setelah selama 2 tahun sebelumnya saham PT Katarina Utama Tbk yang berkode RINA disuspensi dan tidak akan diperdagangkan kembali.
Kasus ini juga memberikan dampak bagi operasional perusahaan karena tidak adanya modal kerja, selain itu karyawan tidak diberikan hak-hak karyawan secara penuh akibat penghentian kegiatan operasional. Selain itu gaji karyawan manajemen melakukan pemotongan gaji untuk asuransi jamsostek para karyawan, telah dipaparkan diatas bahwa para karyawan yang tidak mengikuti asuransi jamsostek gajinya tetap ikut dipotong tanpa alasan yang jelas. Selain itu cabang RINA di Medan telah melakukan penutupan secara sepihak tanpa menyelesaikan hak hak para karyawan dengan tidak membayar gaji sesuai dengan pengorbanan yang telah mereka berikan kepada PT Katarina Utama,
g.        Analisis Kasus: Pelanggaran Prinsip Corporate Governance
Prinsip-prinsip Corporate governance menurut Forum Corporate governance In Indonesia (FCGI) (2001) ada Lima Prinsip yaitu
1.      Transparansi (Transparency)
2.      Akuntabilitas (Accountability)
3.      Responsibilitas (Responsibility)
4.      Independensi (Independency)
5.      Keadilan (Fairness)
Adapun dalam kasus PT Katarina Utama Tbk ini, ada 5 pelanggaran terhadap prinsip tata kelola yang baik.
1.      Transparansi (Transparency)

PT Katarina Utama tidak menyampaikan informasi dengan benar, seperti yang telah disampaikan bahwa Manajemen RINA telah memanipulasi laporan keuangan dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan dan memperbesar nilai pendapatan sehingga informasi yang diterima oleh para pemangku kepentingan menjadi tidak akurat yang mengakibatkan para pemangku kepentingan seperti investor menjadi salah mengambil keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa PT Katarina Utama telah melanggar prinsip Transparansi (Keterbukaan) dalam penyampaian informasi.

2.      Akuntabilitas (Accountability)

Telah terbukti bahwa Katarina Utama tidak merealisasikan dana hasil IPO sesuai dengan prospektus perseroan dan melakukan penyelewengan dana, sehingga terjadi ketidak efektifan kinerja perseroan. Laporan Keuangan yang dihasilkannya pun menjadi tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. Hal ini jelas menjadi bukti bahwa PT Katarina Utama gagal dalam menerapkan prinsip akuntabilitas.

3.      Responsibilitas (Responsibility)

PT Katarina Utama melanggar prinsip Responsibilitas dengan melakukan penyelewengan dana milik investor publik hasil IPO sebesar Rp 29,04 miliar, manajemen PT Katarina Utama juga tidak meyelesaikan kewajibannya kepada karyawan dengan membayar gaji mereka,. Berdasarkan informasi yang diperoleh sebagian besar direksi dan pemangku kepentingan perseroan dikabarkan telah melarikan diri ke luar negeri. Hal ini jelas menggambarkan bahwa RINA melanggar Prinsip Responsibilitas.

4.      Independensi (Independency)

Adanya manipulasi laporan keuangan menunjukan bahwa divisi keuangan yang membuat laporan tersebut tidak independen. Meskipun merupakan bagian internal dari PT Katarina Utama, pihak yang bertanggungjawab membuat laporan keuangan haruslah membuat laporan keuangan sesuai nilai yang sebenarnya tanpa manipulasi tanpa terpengaruh pihak manajemen meskipun pihak manajemen menginginkan adanya manipulasi.

5.      Keadilan (Fairness)

PT Katarina Utama tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan, investor tidak diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan pula bagi karyawan. Hal itu sangat jelas tergambarkan pada pada pemotongan gaji untuk asuransi jamsostek para karyawan, telah dipaparkan diatas bahwa para karyawan yang tidak mengikuti asuransi jamsostek gajinya tetap ikut dipotong tanpa alasan yang jelas.
Selain itu cabang RINA di Medan telah melakukan penutupan secara sepihak tanpa menyelesaikan hak hak para karyawan dengan tidak membayar gaji sesuai dengan pengorbanan yang telah mereka berikan kepada PT Katarina Utama, terbukti bahwa manajemen PT Katarina Utama melanggar prinsip Keadilan.






DAFTAR PUSTAKA
1.      Sumber Buku
Aulia, syifa dkk.2012 Kasus Tata Kelola Enron Corp. & Pt. Katarina Utama Tbk.Universitas Diponegoro
Brooks, Leonor J. Dunn. 2008. Etika Bisnis & profesi edisi 5 buku 1, Salemba Empat, Jakarta
Forum Corporate governance In Indonesia (FCGI), 2001
Rivandi, Muhammad.2014.Pengaruh Corporate Governance Index, kepemilikan Institusional terhadap biaya ekuitas dan biaya hutang

2.      Sumber Internet













Tidak ada komentar:

Posting Komentar