KASUS PT KATARINA UTAMA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pemegang
saham dan para pemangku kepentingan lainnya menaruh harapan besar terhadap
bisnis, direksi, eksekutif, dan akuntan profesional tentang apa yang dikerjakan
dan bagaimana cara mereka melakukannya. Pada saat yang sama, lingkungan tempat
bisnis beroperasi semakin kompleks sehingga hal tersebut menjadi tantangan
etika bagi mereka. Jika mereka sampai melakukan tindakan yang melanggar etika,
maka hal tersebut dapat menimbulkan risiko yang besar dan akan berpengaruh
buruk bagi reputasi dan pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. Jadi,
sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang menyediakan aturan serta
akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan pemegang saham dan semua pemangku
kepentingan lainnya.
Kasus
pelanggaran etika yang berujung pada kegagalan bisnis, audit, dan tata kelola
perusahaan berskala besar seperti Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah
mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor terhadap perusahaan-perusahaan di
Amerika. Hal ini merupakan suatu bencana besar di lingkungan bisnis, dan telah
menjadi pemicu harapan baru dalam tata kelola dan akuntabilitas perusahaan.
Menyikapi hal tersebut, para politisi Amerika menciptakan kerangka tata kelola
dan akuntabilitas baru yang dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act (SOX) yang
bertujuan untuk memulihkan kembali kepercayaan investor dan memfokuskan kembali
tata kelola perusahaan pada tanggung jawab direksi terhadap kewajiban fidusia
mereka, yakni tanggung jawab terhadap kepentingan pemegang saham dan para
pemangku kepentingan lainnya.
Oleh karena itu, undang-undang ini menjadi acuan awal
dalam penjabaran dan penciptaan GCG di berbagai negara. Konsep GCG belakangan
ini makin mendapat perhatian masyarakat dikarenakan GCG memperjelas dan
mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu
organisasi yang mencakup (a) hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya, (b) peran para karyawan dan
pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders)
lainnya, (c) pengungkapan (disclosure)
yang akurat dan tepat waktu, (d) transparansi terkait dengan struktur dan
operasi perusahaan, (e) tanggung jawab dewan komisaris dan direksi terhadap
perusahaan itu sendiri, kepada para pemegang saham dan pihak lain yang
berkrpentingan
Corporate
Governance menjadi menarik perhatian karena banyak para ahli yang berpendapat
bahwa kelemahan dalam tata kelola korporat merupakan salah satu sumber utama
kerawanan ekonomi yang menyebabkan buruknya perekonomian beberapa Negara Asia
yang terkena krisis financial pada tahun 1997 dan 1998.
Permasalahan
yang terjadi corporate governance juga banyak terjadi pelanggaran yang terjadi
di Indonesia seperti kasus yang akan kami teliti yaitu PT Katerina Tbk, yang
melakukan pelanggaran dan penyelewengan atau manipulasi data keuangan dan
pelanggran etika yang dapat merugikan public, sehingga kami tertarikmengulas
permasalahan yang terjadi sehingga dapat memberikan gambaran tentang permasalah
PT KatArina Utama Tbk.
B. Tujuan
1. Teori
a.
Untuk mengetahui pengertian Corporate
Governance
b.
Untuk mengetahui Prinsip Corporate
Governance
c.
Untuk mengetahui Manfaat Corporate
Governance
2. Analisis
Kasus
a. Untuk
mengetahui sekilas tentang kasus PT Katarina Utama Tbk
b. Untuk
mengetahui Profil PT Katarina Utama Tbk
c. Untuk
mengetahui siapa yang terlibat dalam Kasus PT Katarina Utama Tbk
d. Untuk
mengetahui kronologi kasus PT Katarina Utama Tbk
e. Untuk mengetahui Penyebab Terjadinya
Penyalahgunaan Dana Penawaran dan Manipulasi Laporan
f. Dampak
dan Sanksi kasus PT Katarina Utama Tbk
g. Analisis kasus pelanggaran Prinsip Good
Corporate Governance
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Teori
a. Pengertian Corporate Governance
Pada awalnya, istilah “Corporate Governance” pertama kali dikenalkan oleh Cadbury Committee di Inggris tahun 1922
yang menggunakan istilah dimaksud dalam laporannya yang dikenal dengan Cadbury Report. Berikut disajikan
beberapa definisi “Corporate Governance”
dari beberapa sumber, diantaranya:
1.
Menurut Cadbury Committee of United Kingdom
“A set of rules that define the relationship between
shareholders, managers, creditors, the goverment, employees, and other internal
and external stakeholders in respect to their right and responsibilities, or
the system by which companies are directed and controlled”.
2.
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia
(FCGI-2006)
FCGI tidak membuat definisi sendiri, namun mengadopsi definisi Cadbury Committee of United Kingdom dan
menerjemahkan “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar pemegang
saham, pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta
para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
3.
Menurut Sukrisno
Agoes
Tata kelola perusahaan yang baik
sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, para
direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola
perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas
penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
4.
Menurut Organization for Econimocs Cooperation and
Development (OECD)
“The structure through which
shareholders, directors, managers, set of the board objectives of the company,
the means of attaining thoseobjectives and monitoring performance”. (Suatu
struktur yang terdiriatas para pemegang saham, direktur, manager, seperangkat
tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakandalam
mencapai tujuan dan memantau kinerja).
5.
Menurut Wahyudi
Prakarsa
Mekanisme adninistratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen
perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok
kepentingan (stakeholders) yang lain.
Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan (prosedur)
dan sistem insentif sebagai kerangka kerja (framework)
yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan cara-cara untuk mencapai
tujuan tersebut, serta pemantauan atas kinerja yang dihasilkan.
b. Prinsip Corporate Governance
Organisation
For Economic Co-Operation And Development (OECD) (2004)
mengeluarkan prinsip-prinsip mengenai corporate
governance pertama kali pada bulan mai 1999. Prinsip-prinsip ini sampai
sekarang masih digunakan oleh masyarakat international
sebagai acuan dan tolak ukur untuk menilai dan mengevaluasi penerapan corporate governance, baik di negara
anggota OECD maupun di tingkatan yang
lebih luas. Namun OECD (2004)
menjelaskan bahwa tidak ada satu model pengembangan corporate governance yang cocok untuk semua negara karena
masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Prinsip OECD (2004) terdiri dari enam pedoman
yaitu :
1.
Manajemen Kerangka Dasar Corporate governance yang efektif
Prinsip
yang pertama ini menekankan pada hal-hal untuk memastikan dasar atau basis bagi
pengembangan kerangka corporate
governance yang efektif. Secara umum, prinsip ini menyatakan bahwa corporate governance harus dapat
mendorong terciptanya pasar yang transparan dan efisien, sejalan dengan
perundangan dan peraturan yang berlaku, dan dapat dengan jelas memisahkan
fungsi dan tanggung jawab otoritas-otoritas yang memiliki pengaturan,
pengawasan, dan penegakan hukum. Dalam rangka memastikan terciptanya kerangka corporate governance yang efektif,
diperlukan kerangka hukum yang efektif.
Prinsip ini terbagi atas empat sub prinsip utama yaitu :
a. Kerangka
corporate governance harus
dikembangkan dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap perkembangan
perekonomian secara keseluruhan, integritas
pasar dan insentif yang tercipta bagi
pelaku pasar serta meningkatnya transparansi dan efisiensi pasar
b. Ketentuan
hukum dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pelaksanaan corporate governance harus sejalan
dengan peraturan perundangan yang berlaku, transparan dan dapat ditegakkan.
c. Pembagian
tanggung jawab antar otoritas dalam suatu yurisdiksi harus diungkapkan secara
jelas dan dipastikan bahwa kepentingan masyarakat telah terpenuhi.
d. Otoritas
dalam pengawaasan, pengaturan dan penegakan hukum harus memiliki kewenangan,
integritas dan sumber daya dalam pemenuhan tugasnya secara professional dan
objektif. Selanjutnya keputusan-keputusannya harus tepat waktu, transparan dan
jelas.
2.
Perlindungan terhadap hak-hak para
pemegang saham (The right of shareholder).
Prinsip
corporate governance yang kedua ini
pada dasarnya mengatur mengenai hak-hak pemegang saham dan fungsi-fungsi
kepemilikan saham. Hal ini mengingat investor, terutama dari suatu perusahaan
sebesar publik, memiliki hak-hak khusus seperti saham tersebut dapat dibeli,
dijual, ditransfer. Prinsip ini
menyatakan bahwa hak-hak dasar pemegang saham mencakup hak untuk :
a. Memperoleh
jaminan atas tercatatnya kepemilikan saham secara sah,
b. Menyerahkan
atau mengalihkan saham,
c. Memperoleh
informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan tepat waktu
d. Berpartisipasi
dan memberikan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),
e. Memilih
dan mengganti dewan (dewan komisaris dan direksi),
f. Memperoleh
hak atas bagian keuntungan perusahaan.
3.
Perlakuan yang sama terhadap pemegang
saham (The equitable treatment of
shareholder).
Dalam prinsip ketiga ini ditekankan
perlunya persamaan perlakuan kepada seluruh pemegang saham termasuk pemegang
saham minoritas dan pemegang saham asing. Prinsip ini menekankan pentingnya
kepercayaan investor di pasar modal. Oleh karena itu pasar modal harus dapat
melindungi investor dari perlakuan tidak benar yang mingkin dilakukan oleh
manager, dewan komisaris, dewan direksi atau pemegang saham utama perusahaan.
Prinsip ini terbagi atas tiga sub prinsip utama yaitu :
a. Mengenai
persamaan perlakuan antara pemegang saham dalam kelas saham yang sama
b. Mengenai
larangan transaksi orang dalam (insider
trading) dan perdagangan tertutup yang merugikan pihak lain (abusive self-dealing).
c. Kewajiban
anggota dewan komisaris, direksi dan manajer untuk mengungkapkan setiap
kepentingan yang material dalam suatu transaksi atau hal-hal yang mempengaruhi
perusahaan.
4.
Peran stakeholder dalam corporate
governance (the role of stakeholders
in corporate governance)
Prinsip keempat ini menyatakan bahwa
kerangka corporate governance harus
mengakui hak stakeholders yang
dicakup untuk perundang-undangan atau perjanjian (mutual agreements) dan mendukung secara aktif kerjasama antara
perusahaan dan stakeholders dalam
menciptakan kesejahteraan, lapangan pekerjaan, dan pertumbuhan yang
berkesinambungan (sustainability)
dari kondisi keuangan perusahaan.
5.
Pengungkapkan dan Transparansi (Disclosures and transparency)
Dalam prinsip kelima ini ditegaskan
bahwa kerangka kerja corporate governance
harus memastikan bahwa keterbukaan informasi yang tepat waktu dan akurat
dilakukan atas semua hal material berkaitan dengan perusahaan, termasuk di
dalamnya keadaan keuangan, kinerja, kepemilikan dan corporate governance perusahaan.
6.
Tanggung Jawab dewan komisaris dan
direksi (the responbility of the board)
Prinsip terakhir dari Organisation For Economic Co-Operation And
Development (OECD) menyatakan
bahwa kerangka kerja tata kelola perusahaan harus memastikan pedoman strategis
perusahaan. Monitoring yang efektif terhadap manajemen oleh dewan, serta
akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan pemegang saham. Menurut prinsip
ini, tanggung jawab yang utama adalah memonitor kinerja manajerial dan
bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemegang saham.
Prinsip-prinsip
Corporate governance menurut Forum Corporate governance In Indonesia (FCGI)
(2001) ada Lima Prinsip yaitu :
1.
Transparency
(Transparansi).
Mewajibkan adanya suatu informasi yang
terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut
keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.
2.
Accountability
(Akuntabilitas).
Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta
mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang
saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris
3.
Responsibility
(Pertanggungjawaban).
Memastikan
dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya
nilai-nilai sosial.
4.
Independency (Kemandirian)
Memastikan tidak adanya campur tangan
pihak diluar lingkungan perusahaan
terhadap berbagai keputusan yang diambil perusahaan.
5.
Fairness (Keadilan).
Menjamin
perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham
minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen
dengan para investor.
c.
Manfaat
Corporate Governance
Menurut Forum Corporate governance In Indonesia
(FCGI),
2001), manfaat Corporate governance
yaitu:
1.
Meningkatkan kinerja perusahaan melalui
terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan
efisiensi perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders,
2.
Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan
yang lebih murah dan tidak rigit (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya
akan meningkatkan corporate value,
3.
Mengembalikan kepercayaan investor untuk
menanamkan modalnya diIndonesia
4.
Pemegang saham akan merasa puas dengan
kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders’s values dan
dividen.
2.
KASUS
a.
Artikel
Kasus
Bapepam-LK
Periksa Katarina Utama
Selasa,
4 Januari 2011 - 09:07 wib
JAKARTA - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) masih melakukan pemeriksaan terhadap adanya dugaan penyelewengan
dana penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) yang dilakukan PT Katarina Utama Tbk (RINA). Kasus tersebut saat
ini ditangani oleh Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK.
“Surat pemeriksaannya sudah dikeluarkan. Latar
belakang isi surat pemeriksaan ini adalah adanya dugaan penyalahgunaan dana IPO
oleh Katarina,” ujar Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK Sardjito
di Jakarta kemarin.
Menurutnya, manajemen perusahaan di bidang jasa
penyewaan menara tersebut diduga melakukan penyelewengan atas dana IPO 2009
sebesar Rp33,6 miliar.
Dana yang sedianya akan digunakan untuk membeli
peralatan, modal kerja, serta menambah kantor cabang, tidak digunakan
se-bagaimana mestinya. Hingga saat ini manajemen perseroan belum melakukan
realisasi sebagaimana mestinya.
Dari dana hasil penawaran umum saham perdana sebesar
Rp33,6 miliar, dana yang digunakan hanya berkisar antara Rp4 miliar–Rp5 miliar.
Sehingga, besar kemungkinan telah terjadi penyelewengan dana publik sebesar
Rp28 miliar–Rp29 miliar.
Selain itu, Katarina diduga telah memanipulasi
laporan keuangan audit tahun 2009 dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif
guna memperbesar nilai aset perseroan.
Dalam laporan keuangan auditan tahun 2009 tersebut,
perseroan mencantumkan adanya piutang dari PT Media Intertel Graha (MIG)
sebesar Rp8,606 miliar dan mencantumkan pemasukan pendapatan dari MIG sebesar
Rp6,773 miliar. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku dikecewakan manajemen RINA
terkait aksi penyelewengan dana publik.
BEI saat ini masih mengkaji sejauh mana penyelewengan
yang dilakukan manajemen. BEI akan meminta perusahaan yang bersangkutan
melakukan penghapusan pencatatan saham secara sukarela (voluntary delisting)
jika perseroan melakukan perubahan komposisi manajemen dan pemegang saham tanpa
sepengetahuan otoritas bursa.
“Kalau memang itu dilakukan, kami akan minta mereka
untuk membeli kembali saham publiknya, untuk kemudian melakukan delisting.
Sebab, kalau kami force delisting, publik akan dirugikan,” ujar Direktur
Penilaian Perusahaan BEI Eddy Sugito. (juni triyanto)(Koran SI/Koran SI/ade)
b.
Profil
PT Katarina Utama
PT
Katarina Utama Tbk didirikan di Indonesia pada tanggal 20 Juni 1997 berdasarkan akta notaris Miryam Magdalena Indriani
Wiardi, S.H Nomor 88. Akta pendirian tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman
Republik Indonesia dalam Surat Keputusan Nomor C2-10.522.HT.01.01TH.1997
tanggal 8 Oktober 1997 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia Nomor 24 tanggal 23 Maret 1999. Anggaran Dasar Perusahaan telah
mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta Notaris Leolin
Jayayanti, S.H Nomor 1 tanggal 2 Desember 2008, antara lain sehubungan dengan
rencana penawaran umum saham perusahaan kepada masyarakat, perubahan nama
perusahaan menjadi PT Katarina Utama Tbk, perubahan nilai nominal saham dan
perubahan beberapa pasal dalam anggaran dasar. Akta perubahan tersebut telah
mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia dengan Surat Kerputusan Nomor AHU-94117.AH.01.02 tahun 2008 tanggal 5
Desember 2008[1].
Sesuai
Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup perusahaan terutama adalah bergerak
dalam bidang perdagangan dan jasa konsultasi manajemen dibidang telekomunikasi
serta pemasangan, pengujian, dan uji kelakyakan berbagai jenis produk dan
peralatan komunikasi.
Pada
tanggal Juni 2009, perusahaan memperoleh Surat Pernyataan Efektif dari Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) dengan suratnya
yang bernomor S-5700/BM/2009 untuk melakukan penawaran umum perdana 210.000.000
saham kepada masyrakat dengan nilai nominal Rp 100 per saham dan harga
penawaran sebesar Rp 160 per saham
c.
Pihak
yang terlibat dalam kasus PT Katarina Tbk
1.
PT
Katarina Utama Tbk
Pihak
manajemen perusahaan telah melakukan penyelewengan atas dana IPO 2009 sebesar 33,6 Milliar dalam
laporan keuangan Dana yang sedianya akan digunakan untuk
membeli peralatan, modal kerja, serta menambah kantor cabang, tidak digunakan
se-bagaimana mestinya. Hingga saat ini manajemen perseroan belum melakukan
realisasi sebagaimana mestinya.
Dari
dana hasil penawaran umum saham perdana sebesar Rp33,6 miliar, dana yang
digunakan hanya berkisar antara Rp4 miliar–Rp5 miliar. Sehingga, besar
kemungkinan telah terjadi penyelewengan dana publik sebesar Rp28 miliar–Rp29
miliar.
Selain
itu, Katarina diduga telah memanipulasi laporan keuangan audit tahun 2009
dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset
perseroan. Dalam laporan keuangan auditan tahun 2009 tersebut, perseroan
mencantumkan adanya piutang dari PT Media Intertel Graha (MIG) sebesar Rp8,606
miliar dan mencantumkan pemasukan pendapatan dari MIG sebesar Rp6,773 miliar.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku dikecewakan manajemen RINA terkait aksi
penyelewengan dana publik.
2.
Kantor
Akuntan Publik Budiman, Wawan, Pamudji &
Rekan
KAP Budiman,
Wawan, Pamudji & Rekan adalah KAP yang melakukan audit atas laporan
keuangan PT Katarina Utama pada tahun 2008. Diduga laporan keuangan PT Katarina
Utama tahun 2008 telah dimanipulasi. Dalam dokumen laporan keuangan 2008 nilai
asset perseroan naik hampir 10 kali lipat dari Rp 7,9 miliar pada tahun 2007
menjadi Rp 76 miliar pada 2008, sedangkan ekuitas perseroan tercatat naik 16
kali lipat menjadi Rp 64,3 miliar dari Rp4,49 miliar.
Tahun 2003 Budiman
Soedarno, salah satu pimpinan KAP Budiman, Wawan, Pamudji & Rekan, yang
saat itu tergabung dalam KAP Rodi A. Kartamulja dan Budiman pernah mendapat
peringatan tertulis dari Bapepam atas kasus penyalahgunaan dana penawaran umum
PT Central Korporindo Tbk
Pada tanggal 5
Januari 2005 KAP Rodi A. Kartamulja, tempat akuntan public Budiman Soedarno
tergabung didalamnya, dibekukan izinnya atas pelanggaran yang dilakukan[2]. Kemudian tahun
2007 Budiman Soedarno bersama Wawan Sumawan, Pamudji, dan Datusi Kustiman
mendirikan KAP Budiman, Wawan, Pamudji & Rekan berdasarkan akte notaris
Marina Suwana, S.H di Jakarta Nomor 11 tanggal 9 April 2007.
d.
Kronologis
Kasus PT Katarina Utama Tbk
Bermula pada tanggal 10 Juni 2009, perusahaan yang didirikan
20 Juni 1997 itu memperoleh surat pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk
melakukan penawaran umum perdana (IPO) atas 210 juta saham atau setara 25,95%
dari modal disetor kepada public dengan nilai nominal Rp 100 per saham dan
harga penawaran Rp 160 per saham. Dari hasil penawaran umum tersebut PT
Katarina Utama Tbk mendapakan dana RP 33,6 miliar.
Pada 14 Juli 2009, seluruh saham tersebut sudah dicatat di
BEI. Biaya emisi IPO dianggarkan sebesar 7,85% atau sebesar RP 2,637 miliar.
Itu berarti dana IPO yang diperoleh perseroan setelah dikurangi biaya IPO
sebesar Rp 30,962 miliar.
Sebelum melakukan IPO, PT Katarina Utama diduga telah
mempercantik laporan keuangan tahun 2008. Dalam dokumen laporan keuangan 2008
nilai asset perseroan terlihat naik hampir 10 kali lipat dari Rp 7,9 miliar
pada 2007 menjadi Rp 76 miliar pada 2008. Adapun ekuitas perseroan tercatat
naik 16 kali lipat menjadi Rp 64,3 dari Rp 4,49 miliar
Seperti tahun 2008, laporan keuangan tahun 2009 juga diduga
penuh angka-angka fiktif. Dalam laporan keuangan audit 2009, Katarina
mencantumkan ada piutang usaha dari MIG sebesar Rp 8,606 miliar dan pendapatan
dari MIG sebesar RP 6,773 miliar, selain itu PT Katarina Utama Tbk melakukan
penggelembungan asset dengan memasukan sejumlah proyek fiktif senilai RP 29,6
miliar. Rinciannya adalah piutang proyek dari PT Bahtiar Mastura Omar Rp10,1
miliar, PT Ejey Indonesia Rp 10 miliar dan PT Inti Bahana Mandiri RP 9,5
miliar.
Setahun pasca listing
dugaan penyelewengan dana IPO mulai tercium otoritas bursa dan pasar modal atas
laporan pemegang saham dan Forum Komunikasi Pekerja Katarina (FKPK). PT
Katarina Utama Tbk diduga melakukan penyalahgunaan dana hasil IPO sebesar Rp
28,971 miliar dari total yang diperoleh sebesar Rp 33,60 miliar. Realisasi dana
IPO diperkirakan hanya sebesar Rp 4,629 miliar.Menurut rencana prospectus, dari
dana hasil penawaran umum perseroan menjanjikan sekitar 54,05% akan dipakai
untuk kebutuhan modal kerja sementara 36,04% sisanya akan dperuntukan untuk
membeli berbagai peralatan proyek.
Dugaan penyelewengan tersebut dipicu oleh laporan keuangan
perseroan yang menunjukan angka-angka yang tidak normal. Pada 2010, jumlah
asset terlihat menyusut drastic dari Rp 105,1 miliar pada 2009, menjadi Rp26,8
miliar. Ekuitas anjlok dari Rp97,96 miliar menjadi Rp20,43 miliar. Adapun
pendapatan yang tadinya sebesar Rp29,9 miliar, hanya tercatat RP3,7 miliar.
Perseroan pun menderita kerugian sebesar RP77miliar dari periode sebelumnya
yang memperoleh laba Rp55 miliar.
Pada 1 Septeber 2010 saham PT Katarina Utama Tbk (RINA)
disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia. Audit yang dilakukan oleh KAP Akhyadi
Wadisono memberikan opini disclaimer selama tahun 2010 dan 2011. Tanggal 1
Oktober 2012 otoritas bursa memberikan sanksi administartif dan melakukan delisting atas saham PT Katarina Utama
tbk, yang berkode RINA.
e.
Penyebab Terjadinya penyalahgunaan dana IPO dan manipulasi
laporan keuangan
1. Kegagalan Pengendalian Internal
Penyalahgunaan dana penawaran umum ini disebabkan karena adanya kelemahan dalam pengendalian internan
PT Katarina Utama. Akibat lemahnya pengendalian internal tersebut pihak
menajemen hanya merealisasikan sebagian kecil dana hasil penawaran umum,
sedangkan selebihnya diduga diselewengkan oleh pihak manajemen.
Selain itu manipulasi laporan keuangan juga disebabkan oleh
pihak internal yang dengan sengaja melakukan manipulasi guna mempercantik
angka-angka dalam laporan keuangan agar menarik investor yang akan membeli
saham PT Katarina Utama.
2.
Keterlibatan Pihak Auditor
Eksternal
Meskipun belum ada
pernyataan dari otoritas bursa mengenai
keterlibatan pihak yang mengaudit laporan keuangan 2008, namun kuat
dugaan adanya keterlibatan pihak auditor. Hal ini karena hasil audit yang
dikeluarkan KAP Budiman, Wawan, Pamudji dan Rekan justru menyatakan opini wajar
padahal ada dugaan laporan keuangan tersebut telah dimanipulasi. Dugaan
keterlibatan pihak auditor semakin kuat setelah KAP Akhyadi Wadisono melakukan
audit atas laporan keuangan 2010 dan memberikan opini disclaimer karena tidak
dapat melakukan konfirmasi atas transaksi yang ada
3.
Lemahnya Pengawasan Otoritas
Bursa
Adamya kasus ini menjukan bahwa otoritas bursa masih mempunyai kelemahan dalam pengawasannya.
Otoritas bursa, dalam hal ini BEI dan Bapepam-LK baru menyadari adanya
keganjilan pada PT Katarian Utama Tbk setelah pada Agustus 2010 pemegang saham
dan Forum komunikasi Pekerja Katarina (FKPK) melaporkan adanya penyimpangan
dana hasil penawaran umum.
f.
Dampak
dan Sanksi terhadap Kasus PT Katarina Utama
Sanksi
yang diberikan oleh Bapepam adalah pemberian sanksi administratif oleh otoritas
bursa sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan delisting dari bursa efek Indonesia,
setelah selama 2 tahun sebelumnya saham PT Katarina Utama Tbk yang berkode RINA
disuspensi dan tidak akan diperdagangkan kembali.
Kasus
ini juga memberikan dampak bagi operasional perusahaan karena tidak adanya
modal kerja, selain itu karyawan tidak diberikan hak-hak karyawan secara penuh
akibat penghentian kegiatan operasional. Selain itu gaji karyawan manajemen
melakukan pemotongan gaji untuk asuransi
jamsostek para karyawan, telah dipaparkan diatas bahwa para karyawan yang tidak
mengikuti asuransi jamsostek gajinya tetap ikut dipotong tanpa alasan yang
jelas. Selain itu cabang RINA di Medan telah melakukan penutupan secara sepihak
tanpa menyelesaikan hak hak para karyawan dengan tidak membayar gaji sesuai
dengan pengorbanan yang telah mereka berikan kepada PT Katarina Utama,
g.
Analisis
Kasus: Pelanggaran Prinsip Corporate Governance
Prinsip-prinsip
Corporate governance menurut Forum Corporate governance In Indonesia (FCGI)
(2001) ada Lima Prinsip yaitu
1. Transparansi
(Transparency)
2. Akuntabilitas
(Accountability)
3. Responsibilitas
(Responsibility)
4. Independensi
(Independency)
5. Keadilan
(Fairness)
Adapun
dalam kasus PT Katarina Utama Tbk ini, ada 5 pelanggaran terhadap prinsip tata
kelola yang baik.
1. Transparansi
(Transparency)
PT
Katarina Utama tidak menyampaikan informasi dengan benar, seperti yang telah
disampaikan bahwa Manajemen RINA telah memanipulasi laporan keuangan dengan
memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan dan
memperbesar nilai pendapatan sehingga informasi yang diterima oleh para
pemangku kepentingan menjadi tidak akurat yang mengakibatkan para pemangku
kepentingan seperti investor menjadi salah mengambil keputusan. Hal ini
menunjukkan bahwa PT Katarina Utama telah melanggar prinsip Transparansi
(Keterbukaan) dalam penyampaian informasi.
2. Akuntabilitas
(Accountability)
Telah
terbukti bahwa Katarina Utama tidak merealisasikan dana hasil IPO sesuai dengan
prospektus perseroan dan melakukan penyelewengan dana, sehingga terjadi ketidak
efektifan kinerja perseroan. Laporan Keuangan yang dihasilkannya pun menjadi
tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. Hal ini jelas menjadi bukti bahwa PT
Katarina Utama gagal dalam menerapkan prinsip akuntabilitas.
3. Responsibilitas
(Responsibility)
PT
Katarina Utama melanggar prinsip Responsibilitas dengan melakukan penyelewengan
dana milik investor publik hasil IPO sebesar Rp 29,04 miliar, manajemen PT
Katarina Utama juga tidak meyelesaikan kewajibannya kepada karyawan dengan
membayar gaji mereka,. Berdasarkan informasi yang diperoleh sebagian besar
direksi dan pemangku kepentingan perseroan dikabarkan telah melarikan diri ke
luar negeri. Hal ini jelas menggambarkan bahwa RINA melanggar Prinsip
Responsibilitas.
4. Independensi
(Independency)
Adanya
manipulasi laporan keuangan menunjukan bahwa divisi keuangan yang membuat
laporan tersebut tidak independen. Meskipun merupakan bagian internal dari PT
Katarina Utama, pihak yang bertanggungjawab membuat laporan keuangan haruslah
membuat laporan keuangan sesuai nilai yang sebenarnya tanpa manipulasi tanpa
terpengaruh pihak manajemen meskipun pihak manajemen menginginkan adanya
manipulasi.
5.
Keadilan (Fairness)
PT
Katarina Utama tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan,
investor tidak diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan pula bagi
karyawan. Hal itu sangat jelas tergambarkan pada pada pemotongan gaji untuk
asuransi jamsostek para karyawan, telah dipaparkan diatas bahwa para karyawan
yang tidak mengikuti asuransi jamsostek gajinya tetap ikut dipotong tanpa
alasan yang jelas.
Selain
itu cabang RINA di Medan telah melakukan penutupan secara sepihak tanpa
menyelesaikan hak hak para karyawan dengan tidak membayar gaji sesuai dengan
pengorbanan yang telah mereka berikan kepada PT Katarina Utama, terbukti bahwa
manajemen PT Katarina Utama melanggar prinsip Keadilan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Sumber Buku
Aulia,
syifa dkk.2012 Kasus Tata Kelola
Enron Corp. & Pt. Katarina Utama Tbk.Universitas Diponegoro
Brooks,
Leonor J. Dunn. 2008. Etika Bisnis &
profesi edisi 5 buku 1, Salemba Empat, Jakarta
Forum Corporate
governance In Indonesia (FCGI), 2001
Rivandi,
Muhammad.2014.Pengaruh Corporate Governance Index, kepemilikan Institusional
terhadap biaya ekuitas dan biaya hutang
2.
Sumber Internet
http://baddaysp.blogspot.com/2013/11/prinsip-prinsip-gcg-good-corporate.html
diakses 12 November 2014
http://www.bapepam.go.id/old/hukum/uupm/bab_XIV.htm
diakses 12 November 2014
https://www.scribd.com/doc/228715311/Tata-Kelola-Etis
diakses 12 November 2014
https://www.scribd.com/doc/52046697/BEDAH-NERACA-PT-KATARINA-UTAMA-TBK
di akses 10 November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar